Selasa, 31 Desember 2013

esjarah berdirinya kota jakarta

nah kali ini agan akan kasih tau tentang sejarah kota metropolitan terbesar di indonesia yaitu kota jakarta,kota jakarta sudah beberapa kali berganti nama nma yang pertama yaitu:sunda kelapa,jayakarta,batavia,,nama sunda kelapa di ambil dari nama pelabuhan pertama di daerah pinggiran jakarta yang dulunya di gunakan sebagai jalur perdagangan internasional,,sedangkan nama batavia di ambil dari negara belanda,,sedangkan nama jayakarta pada 22 juni 1527.

kota jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), sedangkan penduduk berjumlah 9.607.787 jiwa tahun 2010.
Laporan para penulis Eropa abad ke-16 menyebutkan sebuah kota bernama Kalapa, yang tampaknya menjadi bandar utama bagi sebuah kerajaan Hindu bernama Sunda, beribukota Pajajaran, terletak sekitar 40 kilometer di pedalaman, dekat dengan kota Bogor sekarang. Bangsa Portugis merupakan rombongan besar orang-orang Eropa pertama yang datang ke bandar Kalapa. Kota ini kemudian diserang oleh seorang muda usia, bernama Fatahillah, dari sebuah kerajaan yang berdekatan dengan Kalapa.

Fatahillah mengubah nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta pada 22 Juni 1527. Tanggal inilah yang kini diperingati sebagai hari lahir kota Jakarta. Orang-orang Belanda datang pada akhir abad ke-16 dan kemudian menguasai Jayakarta.

Nama Jayakarta diganti menjadi Batavia. Keadaan alam Batavia yang berawa-rawa mirip dengan negeri Belanda, tanah air mereka. Mereka pun membangun kanal-kanal untuk melindungi Batavia dari ancaman banjir. Kegiatan pemerintahan kota dipusatkan di sekitar lapangan yang terletak sekitar 500 meter dari bandar.

Mereka membangun balai kota yang anggun, yang merupakan kedudukan pusat pemerintahan kota Batavia. Lama-kelamaan kota Batavia berkembang ke arah selatan. Pertumbuhan yang pesat mengakibatkan keadaan lilngkungan cepat rusak, sehingga memaksa penguasa Belanda memindahkan pusat kegiatan pemerintahan ke kawasan yang lebih tinggi letaknya. Wilayah ini dinamakan Weltevreden.

MENGAMATI kota Jakarta bagaikan membaca catatan panjang yang merekam berbagai kejadian masa lalu. Berbagai bangunan dan lingkungan di Jakarta menyimpan jejak-jejak perjalanan masyarakatnya, bagaimana mereka bersikap menghadapi tantangan zamannya, memenuhi kebutuhan hidupnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ia menyimpan suka-duka dan pahit-manisnya perkembangan, di mana kita dapat menyerap pelajaran yang berharga.

Jakarta, Ibukota Republik Indonesia, memiliki banyak rekaman sejarah. Antara lain dalam bentuk bangunan maupun lingkungan. Di dalamnya tercermin upaya masyarakat masa lalu dalam membangun kotanya yang tak luput dari berbagai masalah dari zaman ke zaman.

“Jika kita memandang kota Jakarta sekarang, mungkin sulit terbayang bahwa ribuan tahun yang lalu kawasan ini masih baru terbentuk dari endapan lumpur sungai-sungai yang mengalir ke Jakarta. Misalnya Kali Ciliwung, Kali Angke, Kali Marunda, Kali Cisadane, Kali Besar, Kali Bekasi dan Kali Citarum. Usia dataran Jakarta kini diperkirakan 500 tahun berdasarkan geomorfologi, ilmu lapisan tanah.

Endapan ini membentuk dataran dengan alur-alur sungai yang menyerupai kipas. Dataran ini setelah mantap lama kelamaan dihuni orang dan terbentuklah beberapa kelompok pemukiman, di mana salah satunya kemudian berkembang menjadi pelabuhan besar, " kata Muhammad Isa Ansyari SS, Sejarawan Terkemuka di Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemda DKI Jakarta.

Ia menuturkan, kota Jakarta merupakan kota yang berkembang dengan cepat sejak mendapat peran sebagai Ibukota Rl. Perkembangan itu disebabkan oleh faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang saling menjalin satu sama lain.

Bermula dari sebuah lingkungan pemukiman kecil dengan kegiatan hidup terbatas, dan kemudian berkembang menjadi lingkungan pemukiman megapolitan dengan berbagai kegiatan yang amatkompleks. Dalam paparan sejarah pertumbuhannya, di mana pemerintah kotanya silih berganti dan kondisi masyarakatnya sangat majemuk, baik dari suku bangsa, ras dan agama berikut berbagai aspek kehidupannya, warga kotanya tetap membangun tempat bermukim dan berkehidupan mereka sesuai dengan kemampuan dana, daya dan teknologi yang mereka miliki.

Minggu, 29 Desember 2013

sejarah tugu muda dan pertempuran 5 hari di semarang

apakah anda masih ingat dengan pertempuran 5 hari di semarang,,yaaa peristiwa itu di kenal dengan pertempuran 5 hari semarang karna pertempuran itu berlangsung di semarang selama 5 hari yang tiada berhentinya.sedangkan tugu myda di bangun untuk mengenang sejarah pertempuran 5 hari di semarang yang di mulai tgl 15 oktober 1945 sampai 20 oktober 1945.
Sejarah Tugu Muda dan pertempuran 5 hari di Semarang
TUGU MUDA

Memperingati pertempuran 5 hari di Semarang, Pemerintah Kota Semarang pada 10 November 1950, membangun Tugu Muda sebagai monumen peringatan. Monumen Tugu Muda ini oleh Presiden Soekarno diresmikan 20 Mei 1953. Bangunan bersejarah ini, terletak di pertemuan jalan protokoler Kota Semarang yang banyak merekam peristiwa penting selama lima hari pertempuran.

Jalan-jalan protokoler itu adalah Jalan Pemuda, Jalan Imam Bonjol, Jalan Dr. Soetomo, dan Jalan Pandanaran, serta bangunan bersejarah Gedung Lawang Sewu yang dikenal dengan wisata misterinya. Selain pembangunan Tugu Muda, Nama dr. Kariadi diabadikan sebagai nama salah satu rumah sakit di Semarang yang menjadi tempat awal perjuangan pemuda dalam insiden pertempuran 5 hari di Semarang.

Tugu Muda Semarang terletak di tengah persimpangan Jalan Pandanaran, Jalan Mgr Soegijapranata, Jalan Imam Bonjol, Jalan Pemuda dan Jalan Dr. Sutomo. Sebelah Utara tugu ini ini terdapat Gedung Pandanaran yang kini menjadi perkantoran Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang. Di sebelah Timur terdapat Lawangsewu, di sebelah selatan berhadapan dengan Museum Mandala Bhakti, dan sebelah barat terdapat Wisma Perdamaian yang merupakan rumah dinas gubernur Jawa Tengah.

Tugu Muda merupakan sebuah monumen bersejarah kota Semarang yang dibangun untuk mengenang pertempuran 5 hari di Semarang. Pertempuran ini adalah perlawanan terhebat rakyat Indonesia terhadap Jepang pada masa transisi. Lawangsewu menjadi saksi bisu perjuangan anak-anak muda Semarang yang dimulai pada 15 Oktober 1945, hingga kemudian berakhir 20 Oktober 1945 itu.

Pertempuran sengit selama 5 hari ini dipicu kaburnya tawanan Jepang pada 14 Oktober 1945. Pada pukul 06.30 WIB, pemuda-pemuda rumah sakit mendapat instruksi untuk mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara. Mereka menyita sedan milik Kempetai dan merampas senjata. Sore harinya, para pemuda ikut aktif mencari tentara Jepang dan kemudian menjebloskannya ke Penjara Bulu (sekarang LP Wanita Bulu, Kota Semarang).

Sekitar pukul 18.00 WIB, pasukan Jepang bersenjata lengkap melancarkan serangan mendadak sekaligus melucuti delapan anggota polisi istimewa yang waktu itu sedang menjaga sumber air minum bagi warga Semarang yakni Reservoir Siranda di Candilama. Kedelapan anggota polisi istimewa itu disiksa dan dibawa ke markas Kidobutai di Jatingaleh. Sore itu juga tersiar kabar tentara Jepang menebarkan racun ke dalam reservoir itu.

Rakyat pun menjadi gelisah. Sebagai kepala RS Purusara (sekarang Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi) Dokter Kariadi berniat memastikan kabar tersebut. Selepas magrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara, yang mem beritahukan agar dr. Kariadi, Kepala Laboratorium Purusara segera memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang menebarkan racun itu.

Dokter Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke sana. Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan serangan di beberapa tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir Siranda. Istri Dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi, namun gagal.

Ternyata dalam perjalanan menuju Reservoir Siranda itu, mobil yang ditumpangi dr. Kariadi dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran. Bersama tentara pelajar yang mensopiri mobil yang ditumpanginya, dr. Kariadi ditembak secara keji. Ia sempat dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30 WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah sangat gawat. Nyawa dokter muda itu tidak dapat diselamatkan. Ia gugur dalam usia 40 tahun satu bulan.

Pada 28 Oktober 1945, Gubernur Jateng Mr Wongsonegoro meletakkan batu pertama pembangunan monumen ini di dekat alun-alun. Namun karena pada November 1945 meletus perang melawan sekutu dan Jepang, proyek ini terbengkalai. Kemudian tahun 1949, Badan Koordinasi Pemuda Indonesia (BKPI) memprakarsai pembangunannya kembali. Namun upaya ini pun gagal karena kesulitan dalam hal pendanaan.

Pembangunan baru berjalan lancar ketika pada 1951 Wali Kota Semarang Hadi Soebeno Sosro Werdoyo membentuk panitia Tugumuda. Lokasi pun dipindah dari alun-alun ke lokasi sekarang. Desain tugu dikerjakan oleh Salim, sedangkan relief pada bagian bawah digarap seniman Hendro. Batu-batu didatangkan dari Kaliurang dan Pakem Yogyakarta. Tanggal 10 November 1951 diletakkan batu pertama oleh Gubernur Jateng Boediono dan pada tanggal 1953 bertepatan dengan Hari Kebangkitan nasional Tugu Muda diresmikan oleh Presiden Soekarno.

Tugu Muda sempat mengalami beberapa penambahan, terutama pada kolam dan taman. Kini kawasan Tugu Muda ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Penetapan itu berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2011-2031. Di kawasan ini terdapat bangunan bersejarah seperti Gedung Lawangsewu, Wisma Perdamaian, Gereja Katedral, Museum Mandala Bhakti, dan bangunan Pasar Bulu.

nah itu dia tadi sejarah singgkat nya pertempuran 5 hari semarang,dan sejarah tugu muda maaf kalau ada kata yang salah dan bahasa yang kurang sopan atau kata kata nya yang tak jelas mohon di maaf kan.

sejarah tugu muda

Rabu, 25 Desember 2013

sejarah kota bandung

                                         langsung aja nih sejarahnya                                                                                                                                                                              .     Secara historis, nama Bandung mulai dikenal sejak berdirinya pemerintahan Kabupaten Bandung sekitar abad ke 17. Sebelum Kabupaten Bandung berdiri wilayah ini disebut ”Tatar Ukur” yang wilayahnya mencakup sebagian besar Jawa Barat di bawah dominasi kerajaan Pajajaran.  Sekitar Tahun 1579/1580 Kerajaan Sunda Pajajaran runtuh akibat gerakan pasukan Banten dalam usaha menyebarkan Islam di daerah Jawa Barat. Setelah Pajajaran runtuh maka Tatar Ukur menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Sumedang Larang yang diperintah oleh Prabu Geusan Ulun (1580-1608).
Tahun 1620 Kerajaan Sumedang Larang menjadi wilayah kekuasaan Mataram di bawah Sultan Agung.  Tahun 1628 Sultan Agung memerintahkan Dipati Ukur ( Bupati Wedana Priangan) untuk membantu pasukan Mataram menyerang Kompeni di Batavia. Dipati Ukur gagal melaksanakan tugas ini dan akhirnya ia melakukan pemberontakan terhadap Sultan Agung.
Tahun 1632 Sultan Agung dapat memadamkan pemberontakan Dipati Ukur setelah mendapat bantuan dari 3 orang dari Priangan.  Atas jasa-jasanya turut menumpas pemberontakan Dipati Ukur maka ketiga orang tersebut  oleh Sultan Agung diangkat menjadi Kepala Daerah, yaitu: Ki Astamanggala diangkat menjadi Bupati Bandung dengan gelar Tumenggung Wiraangunangun, Tanubaya menjadi Bupati Parakanmuncang, dan Ngabehi Wirawangsa menjadi Bupati Sukapura. Ketiga orang ini dilantik berdasarkan Piagam Sultan Agung pada ping songo tahun Alif bulan Muharan  atau  bertepatan dengan hari Sabtu tanggal 20 April Tahun 1641.
Kabupaten Bandung berada di bawah pengaruh Mataram sampai akhir tahun 1677 karena setelah itu Bandung dibawah kekuasaan Kompeni Belanda (1677 – 1799). Hingga berakhirnya kekuasaan Kompeni-VOC tahun 1799 , Kabupaten Bandung beribukota di Krapyak (Dayeuh Kolot).  Setelah kekuasaan Kompeni berakhir, kekuasaan di Nusantara diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan Gubernur Jendralnya yang pertama yaitu  Herman Willem Daendels (1808-1811).
Menurut naskah Sajarah Bandung, pada tahun 1809 Bupati Bandung Wiranatakusumah II beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Karapyak (Dayeuh Kolot) ke daerah sebelah utara Kota Bandung.  Salah satu alasan kepindahannya yaitu wilayah Karapyak sering dilanda banjir Citarum. Semula Bupati tinggal
Makam R.A Wiranata Kusumah II pendiri Bandung,di Jalan Dalem Kaum Bandung

di Cikalintu (daerah Cipaganti), kemudian pindah ke Balubur Hilir. Ketika Daendels meresmikan pembangunan jembatan Cikapundung di Jl. Asia afrika sekarang, Bupati Bandungpun berada di sana. Daendels beserta Bupati berjalan ke arah timur sampai disuatu tempat (depan kantor Dinas P.U Jl. AA sekarang). Di tempat itu Daendels menancapkan tongkatnya sambil berkata:”Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd!” (Usahakan, bila aku datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun ). Sebagai tindak lanjut ucapannya Daendels mengeluarkan surat tertanggal 25 Mei 1810 yang isinya memerintahkan Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota kabupaten masing-masing ke dekat Jalan Raya Pos.
Pindahnya Kabupaten Bandung ke Bandung bersamaan dengan pengangkatan Raden Suria menjadi Patih Parakanmuncang. Kedua momentum tersebut dikukuhkan dengan besluit (SK) tanggal 25 September 1810. Maka tanggal ini secara yuridis formal ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Bandung.
Tahun 1906 kota Bandung sebagai ibukota Kabupaten Bandung berubah statusnya menjadi Gemeente (kotapraja) yang berpemerintahan otonom.
Komplek Situs makam Para Bupati Bandung Tempo Doeloe dan Makam Ibu Rd. Dewi Sartika(Jl. Karang Anyar Bandung)

Maka sejak itu pemerintahan Kabupaten Bandung terpisah dengan pemerintahan Gemeente Bandung (Kotapraja Bandung). Ketetapan itu semakin memperkuat fungsi Kota bandung sebagai pusat pemerintahan, terutama pemerintahan kolonial Belanda di Kota Bandung. Semula Gemeente Bandung dipimpin oleh Asisten Residen Priangan selaku Ketua Dewan Kota, tetapi sejak tahun 1933 Gemeente dipimpin oleh burgemeester (walikota).
  • Di sini dimakamkan para Bupati Bandung tempo doeloe dan Ibu Rd. Dewi Sartika                   Makam para Bupati Bandung tempo doeloe Keturunan RA. Wiranata Kusumah II dan Ibu Rd. Dewi Sartika(Jl. Karang Anyar Bandung).  Menurut berbagai sumber pembangunan Kota Bandung sepenuhnya dilakukan oleh sejumlah rakyat dibawah pimpinan Bupati R.A Wiranatakusumah II. Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa Bupati R.A Wiranatakusumah II adalah pendiri ( the founding father) Kota Bandung.                                                                                         Berikut adalah orang-orang yang pernah menjabat Bupati Bandung .
  1. Tumenggung Wiraangunangun (1641 – 1681 ) :  angkatan Mataram.
  2. Tumenggung Nyili (1681), tidak lama karena  mengikuti  Sultan Banten.
  3. Tumenggung Ardikusumah (1681 – 1704)  :  angkatan Kompeni.
  4.  Tumenggung Anggadireja I    (1704 – 1747)
  5.  Tumenggung Anggadireja II         (1747_1763)
  6. R. Anggadireja III dengan gelar R.A Wiranatakusumah I (1763 – 1794)
  7.  R.A Wiranatakusumah II ( 1794 – 1829) :  kolonial  Belanda.
  8.   8. R.A Wiranatakusumah III (1829 – 1846)
  9.  R.A Wiranatakusumah IV (1846 – 1874)
  10.  R. Adipati Kusumahdilaga (1874-18930
  11. RAA. Martanegara (1893           –1918)
Gemente ( Kotapraja) Bandung
  1. E.A Maurenbrecher (exofficio)  (1906 – 1907)
  2.  R.E Krijboom (exofficio)              (1907 – 1908)
  3.  J.A. Van Der Ent (exofficio)        (1909 – 1910)
  4.  J.J. Verwijk (ecofficio)                  (1910 – 1912)
  5.  C.C.B Van Vlenier dan                   (1912 – 1913)
  6.  B.Van  Bijveld (exofficio)              (1913 – 1920)
  7.  B. Coops                                              (1920 – 1921)
  8.  S.A Reitsma                                       (1921 – 1928)
  9.  B. Coops                                                (1928 – 1934)
  10.  Ir. J.E.A. Van Volsogen Kuhr     (1934 – 1936)
  11.  Mr. J.M. Wesselink                        (1936 – 1942)
  12.  N. Beets                                               (1942 – 1945)
  13.  R.A Atmadinata                              (1945 – 1946)
  14.  R. Siamsurizal
  15.  Ir. Ukar Bratakusumah               (1946 – 1949)
  16.  R. Enoch                                            (1949 – 1956)
  17. R. Priatna Kusumah                      (1956 – 1966)
  18. R. Didi Jukardi                                (1966 – 1968)
  19. Hidayat Sukarmadijaya               (1968 – 1971)
  20. R. Otje Djundjunan                         (1971 – 1976)
  21.  H. Ucu Junaedi                               (1976 – 1978)
  22.  R. Husein Wangsaatmaja             (1978 – 1983)
  23.  H. Ateng Wahyudi                          (1983 – 1993)
  24.  Wahyu Hamijaya                             (1993 – 1998)
  25.  Aa Tarmana                                      (1998 – 2003)
  26. H. Dada Rosada                         (2003 – sekarang)

Senin, 23 Desember 2013

SEJARAH SINGKAT INDONESIA

     sejarah singkat bangsa indonesia
      apakah anda masih ingat sejarah bangsa kita yaitu indonesia,dari banyak survei kami dapat 75% kurang tau tentang bangsanya sendiri...sungguh mencengangkan sekali...harusnya semua warga negara wajib tau sejarah bangsa nya sendiri

Sejarah awal

Peninggalan fosil-fosil Homo erectus, yang oleh antropolog juga dijuluki "Manusia Jawa", menimbulkan dugaan bahwa kepulauan Indonesia telah mulai berpenghuni pada antara dua juta sampai 500.000 tahun yang lalu. Bangsa Austronesia, yang membentuk mayoritas penduduk pada saat ini, bermigrasi ke Asia Tenggara dari Taiwan. Mereka tiba di sekitar 2000 SM, dan menyebabkan bangsa Melanesia yang telah ada lebih dahulu di sana terdesak ke wilayah-wilayah yang jauh di timur kepulauan. Kondisi tempat yang ideal bagi pertanian, dan penguasaan atas cara bercocok tanam padi setidaknya sejak abad ke-8 SM,menyebabkan banyak perkampungan, kota, dan kerajaan-kerajaan kecil tumbuh berkembang dengan baik pada abad pertama masehi. Selain itu, Indonesia yang terletak di jalur perdagangan laut internasional dan antar pulau, telah menjadi jalur pelayaran antara India dan Cina selama beberapa abad.. Sejarah Indonesia selanjutnya mengalami banyak sekali pengaruh dari kegiatan perdagangan tersebut.
Sejak abad ke-1 kapal dagang Indonesia telah berlayar jauh, bahkan sampai ke Afrika. Sebuah bagian dari relief kapal di candi Borobudur, k. 800 M.

Di bawah pengaruh agama Hindu dan Buddha, beberapa kerajaan terbentuk di pulau Kalimantan, Sumatra, dan Jawa sejak abad ke-4 hingga abad ke-14. Kutai, merupakan kerajaan tertua di Nusantara yang berdiri pada abad ke-4 di hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Di wilayah barat pulau Jawa, pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M berdiri kerajaan Tarumanegara. Pemerintahan Tarumanagara dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda dari tahun 669 M sampai 1579 M. Pada abad ke-7 muncul kerajaan Malayu yang berpusat di Jambi, Sumatera. Sriwijaya mengalahkan Malayu dan muncul sebagai kerajaan maritim yang paling perkasa di Nusantara. Wilayah kekuasaannya meliputi Sumatera, Jawa, semenanjung Melayu, sekaligus mengontrol perdagangan di Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Cina Selatan. Di bawah pengaruh Sriwijaya, antara abad ke-8 dan ke-10 wangsa Syailendra dan Sanjaya berhasil mengembangkan kerajaan-kerajaan berbasis agrikultur di Jawa, dengan peninggalan bersejarahnya seperti candi Borobudur dan candi Prambanan. Di akhir abad ke-13, Majapahit berdiri di bagian timur pulau Jawa. Di bawah pimpinan mahapatih Gajah Mada, kekuasaannya meluas sampai hampir meliputi wilayah Indonesia kini; dan sering disebut "Zaman Keemasan" dalam sejarah Indonesia.

Kedatangan pedagang-pedagang Arab dan Persia melalui Gujarat, India, kemudian membawa agama Islam. Selain itu pelaut-pelaut Tiongkok yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho (Zheng He) yang beragama Islam, juga pernah menyinggahi wilayah ini pada awal abad ke-15. Para pedagang-pedagang ini juga menyebarkan agama Islam di beberapa wilayah Nusantara. Samudera Pasai yang berdiri pada tahun 1267, merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia

Kolonialisme

Indonesia juga merupakan negara yang dijajah oleh banyak negara Eropa dan juga Asia, itu disebabkan Indonesia sejak zaman dahulu merupakan negara yang kaya akan hasil alamnya yang melimpah, hingga membuat negara-negara Eropa tergiur untuk menjajah dan bermaksud menguasai sumber daya alamnya untuk pemasukan bagi negaranya, Negara-negara yang pernah menjajah diantaranya adalah;

Portugis pada tahun 1509, hanya Maluku, lalu berhasil diusir pada pada tahun 1595
Spanyol pada tahun 1521, hanya Sulawesi Utara, tetapi berhasil diusir pada tahun 1692.
Belanda pada tahun 1602, seluruh wilayah Indonesia.

Perancis secara tidak langsung menguasai Jawa pada periode 1806-1811 karena Kerajaan Belanda takluk kepada kekuatan Perancis. Ketika Louis Bonaparte adik Napoleon Bonaparte naik takhta Belanda pada tahun 1806, maka secara otomatis jajahan Belanda jatuh ke tangan Perancis. Periode ini berlangsung pada pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada tahun 1808-1811. Berakhir pada tahun 1811 ketika Inggris mengalahkan kekuatan Belanda-Perancis di pulau Jawa.

Inggris pada tahun 1811, sejak ditandatanganinya Kapitulasi Tungtang yang salah satunya berisi penyerahan Pulau Jawa dari Belanda kepada Inggris, Pada tahun 1814 dilakukanlah Konvensi London yang isinya pemerintah Belanda berkuasa kembali atas wilayah jajahan Inggris di Indonesia. Lalu baru pada tahun 1816, pemerintahan Inggris di Indonesia secara resmi berakhir..

Jepang pada tahun 1942, hanya 3,5 tahun, dan berakhir pada tahun 1945, sejak kekalahan Jepang kepada sekutu.

Ketika orang-orang Eropa datang pada awal abad ke-16, mereka menemukan beberapa kerajaan yang dengan mudah dapat mereka kuasai demi mendominasi perdagangan rempah-rempah. Portugis pertama kali mendarat di dua pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu Banten dan Sunda Kelapa, tapi dapat diusir dan bergerak ke arah timur dan menguasai Maluku. Pada abad ke-17, Belanda muncul sebagai yang terkuat di antara negara-negara Eropa lainnya, mengalahkan Britania Raya dan Portugal (kecuali untuk koloni mereka, Timor Portugis). Pada masa itulah agama Kristen masuk ke Indonesia sebagai salah satu misi imperialisme lama yang dikenal sebagai 3G, yaitu Gold, Glory, and Gospel.[22] Belanda menguasai Indonesia sebagai koloni hingga Perang Dunia II, awalnya melalui VOC, dan kemudian langsung oleh pemerintah Belanda sejak awal abad ke-19.

Johannes van den Bosch, pencetus Cultuurstelsel.
Di bawah sistem Cultuurstelsel (Sistem Penanaman) pada abad ke-19, perkebunan besar dan penanaman paksa dilaksanakan di Jawa, akhirnya menghasilkan keuntungan bagi Belanda yang tidak dapat dihasilkan VOC. Pada masa pemerintahan kolonial yang lebih bebas setelah 1870, sistem ini dihapus. Setelah 1901 pihak Belanda memperkenalkan Kebijakan Beretika, yang termasuk reformasi politik yang terbatas dan investasi yang lebih besar di Hindia-Belanda.

Pada masa Perang Dunia II, sewaktu Belanda dijajah oleh Jerman, Jepang menguasai Indonesia. Setelah mendapatkan Indonesia pada tahun 1942, Jepang melihat bahwa para pejuang Indonesia merupakan rekan perdagangan yang kooperatif dan bersedia mengerahkan prajurit bila diperlukan. Soekarno, Mohammad Hatta, KH. Mas Mansur, dan Ki Hajar Dewantara diberikan penghargaan oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943.

Indonesia merdeka

Soekarno-Hatta, presiden dan wakil presiden pertama Indonesia.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk sebuah komite untuk kemerdekaan Indonesia. Setelah perang Pasifik berakhir pada tahun 1945, di bawah tekanan organisasi pemuda, Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang pada saat itu sedang bulan Ramadhan. Setelah kemerdekaan, tiga pendiri bangsa yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir masing-masing menjabat sebagai presiden, wakil presiden, dan perdana menteri. Dalam usaha untuk menguasai kembali Indonesia, Belanda mengirimkan pasukan mereka.

Usaha-usaha berdarah untuk meredam pergerakan kemerdekaan ini kemudian dikenal oleh orang Belanda sebagai 'aksi kepolisian' (Politionele Actie), atau dikenal oleh orang Indonesia sebagai Agresi Militer. Belanda akhirnya menerima hak Indonesia untuk merdeka pada 27 Desember 1949 sebagai negara federal yang disebut Republik Indonesia Serikat setelah mendapat tekanan yang kuat dari kalangan internasional, terutama Amerika Serikat. Mosi Integral Natsir pada tanggal 17 Agustus 1950, menyerukan kembalinya negara kesatuan Republik Indonesia dan membubarkan Republik Indonesia Serikat. Soekarno kembali menjadi presiden dengan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden dan Mohammad Natsir sebagai perdana menteri.

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, pemerintahan Soekarno mulai mengikuti sekaligus merintis gerakan non-blok pada awalnya, kemudian menjadi lebih dekat dengan blok sosialis, misalnya Republik Rakyat Cina dan Yugoslavia. Tahun 1960-an menjadi saksi terjadinya konfrontasi militer terhadap negara tetangga, Malaysia ("Konfrontasi"), dan ketidakpuasan terhadap kesulitan ekonomi yang semakin besar. Selanjutnya pada tahun 1965 meletus kejadian G30S yang menyebabkan kematian 6 orang jenderal dan sejumlah perwira menengah lainnya. Muncul kekuatan baru yang menyebut dirinya Orde Baru yang segera menuduh Partai Komunis Indonesia sebagai otak di belakang kejadian ini dan bermaksud menggulingkan pemerintahan yang sah serta mengganti ideologi nasional menjadi berdasarkan paham sosialis-komunis. Tuduhan ini sekaligus dijadikan alasan untuk menggantikan pemerintahan lama di bawah Presiden Soekarno.

Hatta, Sukarno, dan Sjahrir, tiga pendiri Indonesia.

Jenderal Soeharto menjadi presiden pada tahun 1967 dengan alasan untuk mengamankan negara dari ancaman komunisme. Sementara itu kondisi fisik Soekarno sendiri semakin melemah. Setelah Soeharto berkuasa, ratusan ribu warga Indonesia yang dicurigai terlibat pihak komunis dibunuh, sementara masih banyak lagi warga Indonesia yang sedang berada di luar negeri, tidak berani kembali ke tanah air, dan akhirnya dicabut kewarganegaraannya. Tiga puluh dua tahun masa kekuasaan Soeharto dinamakan Orde Baru, sementara masa pemerintahan Soekarno disebut Orde Lama.

Soeharto menerapkan ekonomi neoliberal dan berhasil mendatangkan investasi luar negeri yang besar untuk masuk ke Indonesia dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar, meski tidak merata. Pada awal rezim Orde Baru kebijakan ekomomi Indonesia disusun oleh sekelompok ekonom lulusan Departemen Ekonomi Universitas California, Berkeley, yang dipanggil "Mafia Berkeley", Namun, Soeharto menambah kekayaannya dan keluarganya melalui praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang meluas dan dia akhirnya dipaksa turun dari jabatannya setelah aksi demonstrasi besar-besaran dan kondisi ekonomi negara yang memburuk pada tahun 1998.

Dari 1998 hingga 2001, Indonesia mempunyai tiga presiden: Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie, Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri. Pada tahun 2004 pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono.

Indonesia kini sedang mengalami masalah-masalah ekonomi, politik dan pertikaian bernuansa agama di dalam negeri, dan beberapa daerah berusaha untuk mendapatkan kemerdekaan, terutama Papua. Timor Timur akhirnya resmi memisahkan diri pada tahun 1999 setelah 24 tahun bersatu dengan Indonesia dan 3 tahun di bawah administrasi PBB menjadi negara Timor Leste.

Pada Desember 2004 dan Maret 2005, Aceh dan Nias dilanda dua gempa bumi besar yang totalnya menewaskan ratusan ribu jiwa. (Lihat Gempa bumi Samudra Hindia 2004 dan Gempa bumi Sumatra Maret 2005.) Kejadian ini disusul oleh gempa bumi di Yogyakarta dan tsunami yang menghantam Pantai Pangandaran dan sekitarnya, serta banjir lumpur di Sidoarjo pada 2006 yang tidak kunjung terpecahkan.

  itu dia gan sejarah singkat bangsa kita,,silahkan di baca baca aja,,mudah mudahhan dapat menambah ilmu kalian semua tentang sejarah,,,mohon maaf apabila ada kata kata yang tak pantas atau tidak jelas mofon di maaf kan yaa

                                     SELAMAT MEMBACA
   

Senin, 25 November 2013

peristiwa g 30 s pki

SEJARAH DAN KRONOLOGIS PERISTIWA G 30 S/PKI

             
Sebenarnya Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah lama meniupkan hawa perlawanan dan pemberontakan terhadap Indonesia. Kelompok ini bersikeras untuk mengganti dasar negara Republik Indonesia, yakni Pancasila menjadi negara yang berdasar asas komunis. Perlawanan PKI yang tidak diterima oleh setiap kalangan ini, menjadikan kelompok ini merencanakan sebuah rencana yang besar.

KRONOLOGIS PENUMPASAN PKI
1.    Tanggal 1 Oktober 1965
Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 sore hari. Gedung RRI pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat direbut kembali tanpa pertumpahan darah oleh satuan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328 Siliwangi, dan dibantu pasukan kavaleri. Setelah diketahui bahwa basis G 30 S/PKI berada di sekitar Halim Perdana Kusuma, sasaran diarahkan ke sana.
2.     Tanggal 2 Oktober 1965
                Pada tanggal 2 Oktober, Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD di bawah komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen Soeharto. Pada pikul 12.00 siang, seluruh tempat itu telah berhasil dikuasai oleh TNI – AD.
3.    Tanggal 3 Oktober 1965
Pada hari Minggu tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Mayor C.I Santoso berhasil menguasai daerah Lubang Buaya. Setelah usaha pencarian perwira TNI – AD dipergiat dan atas petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang menjadi tawanan G 30 S/PKI, tetapi berhasil melarikan diri didapat keterangan bahwa para perwira TNI – AD tersebut dibawah ke Lubang Buaya. Karena daerah terebut diselidiki secara intensif, akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1965 titemukan tempat para perwira yang diculik dan dibunuh tersebut.. Mayat para perwira itu dimasukkan ke dalam sebuah sumur yang bergaris tengah ¾ meter dengan kedalaman kira – kira 12 meter, yang kemudian dikenal dengan nama Sumur Lubang Buaya.
4.    Tanggal 4 Oktober 1965
                Pada tanggal 4 Oktober, penggalian Sumur Lubang Buaya dilanjutkan kembali (karena ditunda pada tanggal 13 Oktober pukul 17.00 WIB hingga keesokan hari) yang diteruskan oleh pasukan Para Amfibi KKO – AL dengan disaksikan pimpinan sementara TNI – AD Mayjen Soeharto. Jenazah para perwira setelah dapat diangkat dari sumur tua tersebut terlihat adanya kerusakan fisik yang sedemikian rupa. Hal inilah yang menjadi saksi bisu bagi bangsa Indonesia betapa kejamnya siksaan yang mereka alami sebelum wafat.
5.     Tanggal 5 Oktober 1965
                Pada tanggal 5 Oktober, jenazah para perwira TNI – AD tersebut dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata yang sebelumnya disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat.
6.    Pada tanggal 6 Oktober, dengan surat keputusan pemerintah yang diambil dalam Sidang Kabinet Dwikora, para perwira TNI – AD tersebut ditetapakan sebagai Pahlawan Revolusi.
Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI adalah sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.

Latar Belakang
PKI merupakan partai Stalinis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Sovyet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden - sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezim Demokrasi Terpimpin dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha menghindari bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI mementingkan "kepentingan bersama" polisi dan "rakyat". Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-sikap sektarian" kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman sayap-kiri untuk membuat "massa tentara" subyek karya-karya mereka.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan ribu petani bergerak merampas tanah dari para tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik tanah. Untuk mencegah berkembangnya konfrontasi revolusioner itu, PKI mengimbau semua pendukungnya untuk mencegah pertentangan menggunakan kekerasan terhadap para pemilik tanah dan untuk meningkatkan kerjasama dengan unsur-unsur lain, termasuk angkatan bersenjata.
Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik AS. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan resmi. Pada waktu yang sama, jendral-jendral militer tingkat tinggi juga menjadi anggota kabinet.
Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis "rakyat".
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di mana ia berbicara tentang "perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para komunis".
Rejim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM.
Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rejim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa "NASAKOMisasi" angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerjasama untuk menciptakan "angkatan kelima". Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara sedang diubah untuk memecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.
Peristiwa
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.
Korban

Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
•    Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani, 
•    Mayjen TNI R. Suprapto 
•    Mayjen TNI M.T. Haryono 
•    Mayjen TNI Siswondo Parman 
•    Brigjen TNI DI Panjaitan 
•    Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo
Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target namun dia selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan AH Nasution, Lettu Pierre Tandean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.


Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
•    AIP Karel Satsuit Tubun 
•    Brigjen Katamso Darmokusumo 
•    Kolonel Sugiono
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.
Pasca kejadian
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.
Pada tanggal 6 Oktober Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak melawan angkatan bersenjata. Pernyataan ini dicetak ulang di koran CPA bernama "Tribune".
Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin-pemimpin Uni-Sovyet Brezhnev, Mikoyan dan Kosygin mengirim pesan khusus untuk Sukarno: "Kita dan rekan-rekan kita bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda telah membaik...Kita mendengar dengan penuh minat tentang pidato anda di radio kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang dan menghindari kekacauan...Imbauan ini akan dimengerti secara mendalam."
Dalam sebuah Konferensi Tiga Benua di Havana di bulan Februari 1966, perwakilan Uni-Sovyet berusaha dengan segala kemampuan mereka untuk menghindari pengutukan atas penangkapan dan pembunuhan orang-orang yang dituduh sebagai PKI, yang sedang terjadi terhadap rakyat Indonesia. Pendirian mereka mendapatkan pujian dari rejim Suharto. Parlemen Indonesia mengesahkan resolusi pada tanggal 11 Februari, menyatakan "penghargaan penuh" atas usaha-usaha perwakilan-perwakilan dari Nepal, Mongolia, Uni-Sovyet dan negara-negara lain di Konperensi Solidaritas Negara-Negara Afrika, Asia dan Amerika Latin, yang berhasil menetralisir usaha-usaha para kontra-revolusioner apa yang dinamakan pergerakan 30 September, dan para pemimpin dan pelindung mereka, untuk bercampur-tangan di dalam urusan dalam negeri Indonesia."
Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Sukarno memberi Suharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret. Ia memerintah Suharto untuk mengambil "langkah-langkah yang sesuai" untuk mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya. Kekuatan tak terbatas ini pertama kali digunakan oleh Suharto untuk melarang PKI. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Sukarno dipertahankan sebagai presiden tituler diktatur militer itu sampai Maret 1967. Kepemimpinan PKI terus mengimbau massa agar menuruti kewenangan rejim Sukarno-Suharto. Aidit, yang telah melarikan diri, ditangkap dan dibunuh oleh TNI pada tanggal 24 November, tetapi pekerjaannya diteruskan oleh Sekretaris Kedua PKI Nyoto.


Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis - perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara lainnya 2.000.000 orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu.
    Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan melakukan pembunuhan-pembunuhan massa, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu "terbendung mayat".
Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan puluhan ribu dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka, majalah "Time" memberitakan:
"Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga pembuangan mayat menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatra Utara, di mana udara yang lembab membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari daerah-daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-benar terbendung oleh mayat-mayat. Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius."
Di Pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000 orang menjadi korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elite Partai Nasional Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung bercerita tentang mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus. Di daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan rasialis "anti-Cina" terjadi. Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner ini dipecat.
Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi. Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan politik pada akhir 1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk beberapa dozen sejak tahun 1980-an. Empat tapol, Johannes Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus Sulaeman dan Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.
Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi di TMP Kalibata. Namun sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.
Pada 29 September - 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara peringatan untuk mengenang peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai pelosok Indonesia. Acara yang bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40 tahun tragedi kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok. Selain civitas academica Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, Sasmaja, dan Putmainah.


by:alfin fadhillah

Sabtu, 23 November 2013

sejarah ir.soekarno

Monday, June 4, 2012

Sejarah Masa Kecil Presiden Sukarno

Bung Karno Saat Masih Bersekolah
Ketika dilahirkan di Blitar pada tanggal 6 juni 1901, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Rumah Bung Karno Masa Kecil
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS. di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1925.